Tuesday, April 6, 2004

Indahnya Jakarta

Tanggal 5 April kemarin suasana di Jakarta menyenangkan sekali. Teramat sangat menyenangkan, bahkan. Karena apa? Untuk satu hari itu, bisa dibilang hampir semua jalan di Jakarta bebas macet!

Jalan Sudirman-Thamrin kosong, daerah Kota sepi, daerah Srengseng di Jakarta Barat lancar, begitu juga sekitar Menteng. Mungkin pada hari itu keramaian terpusat pada TPS-TPS yang tersebar di berbagai tempat.

Sepinya jalan-jalan di Jakarta sudah pasti membuat Melly, Bukrie, dan gue sangat senang karena kita berencana jalan keliling Jakarta hari itu, ada yang mau hunting foto.

Tujuan pertama adalah mencari TPS yang letaknya di pelosok-pelosok perkampungan. Sampailah kita di daerah Tambora, dimana ada sejumlah TPS berjejer tidak terlalu berjauhan di sepanjang kali yang baunya keren banget.

Kebanyakan dari TPS itu sudah mulai sepi, mungkin karena hari sudah terlalu siang, petugas KPPS pun terlihat sedang santai menunggu waktu penghitungan suara.

Kemudian kita melanjutkan perjalanan ke Jl. Pangeran Jayakarta. Tujuan kali ini bukan mengunjungi TPS, tapi ingin melihat satu makam China yang konon dianggap paling tua di Jakarta (atau Indonesia?), yaitu makam Souw Beng Kong (1619-1644) yang terletak di pelosok salah satu gang di jalan itu, yaitu Gang Taruna.

Sebetulnya makam itu hanya menyisakan satu nisan besar yang bertuliskan nama Sow Beng Kong, periode kehidupan, dan sejarah singkat mengenai dia. Keadaannya bisa dibilang menyedihkan, mungkin karena terletak di pelosok gang dan seperti terabaikan.

Souw Beng Kong adalah seorang kapten China yang pertama datang ke Indonesia, tugasnya mengurus perdagangan dan populasi China di Jakarta yang tumbuh dengan pesat di negeri ini.

Berikutnya kita mengunjungi salah satu gang lain, masih di jalan yang sama, kali ini untuk melihat makam keramat Pangeran Jayakarta (Rd. Ateng Kertadria). Makam yang satu ini terlihat masih sangat terawat, tapi terlihat sangat menyeramkan dengan bau dupa yang sangat menyengat, seperti tempat pesugihan. mungkin bagus juga dijadikan tempat uji nyali.

Dari sana, kita melanjutkan perjalanan ke Passer Baroe, untuk mencari makan tentunya. Ternyata banyak tempat makan yang tutup. Keliling lah kita mencari tempat makan yang ada, sambil sesekali mampir di 1-2 TPS yang ada, melihat proses penghitungan suara.

Akhirnya kita menemukan satu tempat soto madura yang buka, lumayanlah daripada gak ada sama sekali. Setelah perut terisi, kita bersiap meninggalkan daerah Jakarta Pusat dan menuju bagian Barat Jakarta, atau tepatnya Srengseng.

Tujuan kita adalah mencari hutan kota yang konon ada di daerah itu. Kebetulan koran Republika hari itu mengulas tentang hutan tersebut, jadi mumpung Jakarta kosong ya sekalianlah kita kunjungi.

Ternyata lumayan juga hutan kota itu, ditumbuhi banyak pohon-pohon muda yang mulai rimbun. Agak ke dalam sedikit, ada sebuah danau buatan yang dipenuhi oleh orang-orang yang sedang memancing.

Pengunjungnya juga tidak sedikit, kebanyakan anak-anak muda dari kampung sekitar, lengkap dengan motornya. Sepertinya hutan tersebut lebih berfungsi sebagai tempat piknik, lengkap dengan sejumlah warung di sekeliling danau.

Sayangnya, pihak pengelola tidak menyediakan tempat sampah di seluruh penjuru hutan. Akibatnya ya jelas terlihat, sampah dimana-mana. Satu lagi, agar udara di dalam hutan kota itu tetap segar dan bersih, seharusnya kendaraan bermotor tidak diijinkan masuk terlalu jauh, tapi dibatasi hanya sampai tempat parkir di pintu masuk. Tapi ya sudah lah, ada hutan kota di Jakarta saja sudah bagus.

Setelah puas melihat-lihat keadaan sekitar, kita kembali ke daerah Benhil. Dari situ, Melly dan gue melanjutkan perjalanan ke Menteng. Sekarang waktunya berburu DVD. fiuh, capek juga ya keliling Jakarta, tapi menyenangkan. ftd!